Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Ciri anak Autis

Ciri anak Autis

Autisme merupakan suatu kondisi gangguan neurobehavioral  (syaraf dan perilaku) dengan karakteristik kesulitan komunikasi dan sosialisasi dengan orang lain.

Autisme saat ini sering kali diperbincangkan , dan angka kejadian anak autisme masih terus meningkat diseluruh dunia. Saat ini sering timbul kekuatiran para orang tua jika anak kita terlambat bicara atau bertingkah laku tidak lazim.

Banyak penyandang autisme terutama yang ringan masih tidak terdeteksi dan bahkan sering mendapatkan diagnosa yang salah , atau bahkan terjadi overdiagnosis hal tersebut tentu saja sangat merugikan anak.

Apakah auits itu penyakit ?

Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia merupakan suatu gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini termanifestasi pada perilaku penyandang autisme.

Autisme adalah kelainan perkembangan sistem saraf pada seseorang yang kebanyakan diakibatkan oleh faktor hereditas dan kadang-kadang telah dapat dideteksi sejak bayi berusia 6 bulan.

Jadi untuk para orang tua tidak perlu malu atau minder jika mempunyai anak yang ditengarai autis. Lebih baik coba untuk mendeteksinya sedini mungkin dan memberikan terapi yang benar.

Penyebab autis

Riwayat keluarga autisme sering kali ditemukan pada penderita autisme, sehingga penyakit ini diduga mempunyai peranan dari faktor keturunan. Penelitian masih terus dilakukan untuk menentukan apakah autisme disebabkan oleh masalah kesehatan lain atau lingkungan.

Penyebab autisme hingga kini masih abu-abu. Para ahli terus mengupayakan berbagai penelitian untuk menemukan berbagai risiko yang mendasari autisme. Meski demikian, para pakar telah menyimpulkan beberapa hal yang diduga menjadi penyebab autisme.

1. Kelainan genetik dan kromosom.

2. Infeksi rubela (campak jerman) selama kehamilan.

3. Usia ibu saat hamil di atas 40 tahun.

Beberapa ciri autis 

Beberapa tes untuk mendeteksi dini kecurigaan autisme hanya dapat dilakukan pada bayi berumur 18 bulan ke atas. Tapi waspada itu perlu. Orangtua sebaiknya juga perlu mencari tahu lebih dalam soal autisme. Berikut tanda-tanda anak yang menderita autisme, menurut American Academy of Pediatrics. Apa saja?

  • Anak tidak merespons panggilan nama.
  • Anak tidak menoleh ketika Bunda dan Ayah memintanya untuk melihat ke arah suatu benda yang menarik.
  • Anak jarang mengoceh atau belum mengoceh setelah usia 12 bulan.
  • Anak terlambat tersenyum.
  • Anak belum dapat menyusun dua kata setelah usia 24 bulan.
  • Anak suka benda keras secara berlebihan macam pulpen senter, kunci–ketimbang yang lembut: boneka, selimut, dan bantal.
  • Anak tampak kurang tertarik dengan interaksi sosial, baik dengan teman sebaya, maupun orang dewasa.
  • Belum melakukan gerakan tangan seperti menunjuk, melambai, atau menggenggam pada usia 1 tahun.
  • Tidak bisa mengucapkan satu kata (misal: mama, papa) pada usia 16 bulan atau frase 2 kata (misal: mimik susu, bobo dulu) pada usia 2 tahun.
  • Menghindari kontak mata dengan orang lain.
  • Kecenderungan berlebihan menyusun mainan atau benda dalam garis lurus.
  • Kehilangan kemampuan bicara atau interaksi sosial yang sebelumnya dimiliki pada usia berapapun

Penanganan autisme

Penanganan pada perilaku anak dengan indikasi autisme merupakan hal penting, tetapi sebelum membahas cara penanganan autis, persoalan mendasar yang ditemui di Indonesia masih banyak diantaranya : 

Kurangnya tenaga terapis yang terlatih. 
Orang tua selalu menjadi pelopor dalam proses pendektesian sehingga pada awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak dengan autisme dibangun berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin kelangsungan pendidikan anak mereka sendiri.

Belum adanya petunjuk treatment yang formal. 
Tidak cukup dengan hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur kehidupan anak-anak Indonesia.

Pendeteksian autisme pada anak masih kurang
Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak di deteksi secara dini sehingga ketika anak menjadi semakin besar maka semakin kompleks pula persoalan intervensi yang dihadapi orang tua. Para ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autisme belum tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.

Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan autisme di sekolah.
Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.

Minimnya pengetahuan baik secara klinis maupun praktis 
Minimnya studi dan penelitian tentang autis di Indonesia masih menjadi penyebab, memang membutuhkan biaya tidak sedikit untuk melakukan penelitian tersebut dan juga tidak ada orang tua yang mau anaknya dijadikan sebagai objek penelitian.

Tidak seperti gangguan perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk penangnan yang telah dipublikasikan apalagi prosedur yang standar dalam menangani autisme. Untuk saat ini penanganan anak autis yaitu dengan cara terapi. Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul.

Bagaimanapun juga para ahli sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya komunikasi dan persoalan-persolan perilaku.

Terapi yang dilakukan : 
Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu misal :
  • Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.
  • Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan
  • Terapi Wicara (Speech Therapy)
Menurut pakar terapi awali dengan terapi perilaku lalu diteruskan dengan terapi okupasi dan terapi wicara. Terapi perilaku bertujuan memperbaiki perilaku yang dinilai menganggu, misalnya sering tantrum atau rewel dan berteriak-teriak.

Setelah anak tenang, barulah dapat dilanjutkan dengan terapi okupasi. Terapi ini ditujukan agar anak menguasai keterampilan motorik halus dan motorik kasar dengan baik. Keterampilan motorik halus adalah kemampuan melakukan sesuatu dengan otot-otot kecil pada tangan, misalnya menggenggam dan menggunting.

Sedangkan keterampilan motorik kasar merupakan gerakan fisik yang membutuhkan keseimbangan dan koordinasi antar anggota tubuh, misalnya berlari, melompat dan sebagainya. Terapi okupasi ini hanya bisa dilakukan jika anak sudah tenang dan mendapat terapi perilaku terlebih dahulu.

Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri.

Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini. Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh orang tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun, tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau kemajuan yang nyata selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi.

Bimbingan dan arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara konsisten. Bila terlihat kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan. Tetap bersikap obyektif dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan perilaku lainnya.

Posting Komentar untuk "Ciri anak Autis"